Beberapa dekade yang lalu, kecerdasan anak selalu dikaitkan dengan kecerdasan akademis. Anak dianggap cerdas apabila mereka tidak pernah absen masuk dalam peringkat tiga besar di kelasnya.
Tak heran jika orangtua berlomba-lomba memacu anaknya agar memiliki kemampuan akademis yang lebih tinggi dibandingkan teman-temannya. Namun, sekarang tidak seperti itu lagi. Kecerdasan seseorang tak lagi hanya diperhitungkan dari segi akademis.
Mereka yang memiliki kelebihan dalam bidang non-akademis pun mulai mendapat tempat. Apalagi sudah banyak contoh orang-orang yang berhasil karena kemampuannya di bidang non-akademis. Misalnya, dari bidang olahraga sudah banyak atlet muda yang mengharumkan nama bangsa Indonesia. Kondisi ini tentu saja membuat para orangtua tidak lagi memandang kecerdasan anaknya dari sisi akademis saja.
Orangtua yang dapat melihat kemampuan anaknya di bidang lain mulai sadar dan tidak lagi memaksakan diri kepada buah hatinya untuk menjadi anak yang paling pintar di dalam kelas. Sama halnya dengan pengembangan kecerdasan akademis, kecerdasan non-akademis sebaiknya mulai dikembangkan sedini mungkin pada anak-anak.
Untuk itu, orangtua wajib mengenali apa sebenarnya bakat dan potensi yang ada di dalam diri buah hatinya. Dengan mengetahui bakat dan potensi anaknya lebih awal, orangtua akan lebih mudah mengarahkannya sehingga anak pun bisa menggali bakat dan potensinya sejak dini. Oleh karena itu, mengenali bakat anak secara dini akan menggali lebih dalam lagi potensi yang dimiliki oleh seorang anak.
Gizi yang baik, lingkungan yang penuh rangsangan dan orang tua yang demokratis membuka kesempatan bagi lahirnya anak-anak berbakat. Tapi apakah anak-anak kita memang berbakat? Apa ciri-cirinya? Bagaimana mengenalinya?
Beberapa tips untuk mengenali bakat anak Anda:
1. Bakat turunan
Apakah Anda sendiri atau pasangan Anda berbakat? Apakah ada satu atau lebih kakak/adik/ipar Anda yang berbicara (menggunakan kalimat-kalimat yang relatif kompleks) lebih dini dari usianya saat di bawah tiga tahun? Bisa menunjukkan jalan pulang ke rumah dengan mudah? Memiliki ingatan setajam gambar? Kalau ya, maka tendensi itu akan menurun ke anak-anak Anda juga.
2. Sensitif
Terlalu sensitif, mudah menangis, mudah terharu, gampang tersinggung, mudah terbangun dari tidur akibat suara yang biasa saja adalah cirri-ciri awal anak berbakat. Bahkan anak yang terkena iritasi akibat label baju di tengkuknya atau sambungan tebal di kaos kakinya, menunjukkan anak itu kemungkinan berbakat.
3. Test IQ di atas 125
Memiliki skor test IQ di atas 125 adalah salah satu bakat yang ada dalam diri anak Anda. Hanya saja membutuhkan tes terpisah untuk menemukan bakat sesungguhnya. Apalagi tes IQ tidak bisa dilakukan untuk anak dengan umur di bawah 9 tahun karena tidak akan akurat.
4. Kehidupan sehari-hari berbeda dengan anak-anak sebayanya
Dalam kehidupan sehari-hari, anak itu memiliki ciri-ciri memberi perhatian, amat jeli, teliti dalam taraf yang kelewatan, menunjukkan rasa ingin tahu yang besar, ingatan tajam, fokus untuk waktu lama, mudah belajar dengan sedikit pengulangan saja serta bisa memberikan alasan kuat untuk segala tindakan dan ucapannya.
5. Penguasaan bahasa
Dalam penguasaan bahasa, anak yang berbakat cenderung lebih maju kosakatanya daripada anak sebayanya, memulai aktivitas membaca pada usia dini, selalu bertanya, “Bagaimana kalau….” atau “Kenapa bukan…..”. Ia juga memerlihatkan kemampuan untuk membaca cepat dan menjangkau topik yang luas.
6. Peka secara emosi
Secara emosi dan sosial, anak tertarik pada topik-topik yang tidak lazim, seperti apa itu kematian, ke mana orang sesudah mati, mengapa orang mati membusuk dan lain sebagainya. Secara kepekaan, anak seperti ini biasanya sangat sensitif dan secara fisik mudah diprovokasi untuk melakukan kegiatan luar ruangan.
7. Memiliki selera humor tinggi
Anak seperti ini juga memiliki selera humor yang baik, bahkan sampai ke level bisa mentertawakan diri sendiri, sama seperti orang dewasa. Ia juga biasanya perfeksionis, maunya semua tersusun, terpola dan selesai dengan sempurna. Anak semacam ini selalu penuh energi, tidak mudah lelah dan gampang menyesuaikan diri serta dekat dengan orang-orang dewasa.
8. Cara berpikir abstrak
Dia bisa berpikir abstrak, misalnya relasi kekeluargaannya yang rumit seperti sepupu atau ipar atau orangtua dari nenek. Pendeknya yang tidak berkaitan langsung dengan dirinya, itu sudah abstrak. Ia juga bisa memahami kerangka waktu di masa lampau dan masa depan, misalnya “Waktu ayah masih kecil…”.
9. Pintar menggambar
Dia mampu menggambar, atau membangun sesuatu dengan kompleks dan pola yang tidak biasa, misalnya dengan medium balok, crayon, cat air, gambar, pasir, tanah liat dan sebagainya.
10. Perbedaan anak berbakat dengan anak cerdas
10. Perbedaan anak berbakat dengan anak cerdas
Ada perbedaan yang jelas antara anak berbakat dan anak cerdas. Anak berbakat cenderung pembosan, gemar main, tidak suka belajar karena sudah tahu jawabannya dan bahkan kelewat kritis sehingga mempertanyakan jawaban yang sudah ada. Anak cerdas suka belajar, mendengarkan dengan baik, bisa menjawab pertanyaan dengan baik, memberi perhatian dan menyukai berada di kisaran usia yang sama.
Anak berbakat cenderung memberontak, agak malas, maunya menang sendiri, suka mempertanyakan kemapanan, tidak suka belajar, unggul dalam test multiple choice karena ia cenderung menebak, tapi ia juga kritis terhadap dirinya sendiri.
Perlu diingat bahwa anak berbakat atau anak cerdas tak musti berhubungan erat dengan kesuksesan dalam hidup. Kalau salah didik, maka ia bisa menjadi kriminal yang cerdas dan berbakat.
Di sekolah-sekolah, anak berbakat cenderung diabaikan atau tidak teridentifikasi sebab biasanya mereka pembuat rusuh, lari ke sana ke mari, cenderung malas dan dengan standard sekolah umumnya digolongkan sebagai anak yang tidak mampu sekolah.
Tak jarang, mereka dikata-katai guru sebagai anak nakal, calon penjahat, tidak bakal lulus, tidak naik kelas, dan lain sebagainya.
Hal-hal itu secara sosial justru makin menjauhkan mereka dari sekolah. Selain itu, anak-anak dari kelas sosial yang lebih miskin dan anak-anak dari kelompok minoritas secara ras, suku dan agama biasanya juga tidak lolos dalam penyaringan anak berbakat yang dilakukan di sekolah-sekolah. Itu karena sekolah secara umum mencari anak yang duduk manis, duduk di bangku paling depan dan tidak membantah gurunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar