Demam Korea yang melanda dunia ternyata adalah produk politik Korea Selatan, yang fokus kepada soft diplomasi. Kini, proyek 20 tahun yang dikembangkan Korsel dikenal dengan "Hallyu", dan telah menyerap 11 juta tenaga kerja.
Hallyu adalah istilah yang menggambarkan aliran produk-produk pop seperti musik, film, dan acara televisi asal Korea Selatan. Hallyu yang sering disebut dengan Korean Wave di Indonesia lebih dikenal dengan nama K-Pop.
Kemajuan Hallyu tidak lepas dari buah persaingan ketat industri entertainmen di Korea Selatan. Rumah produksi dan label artis berkompetisi secara maksimal, yang didukung oleh televisi-televisi swasta Korea.
Akhirnya secara perlahan kualitas akan menjadi pemenang dan disukai market Korea, dan lambat laun merambah ke negara-negara sekitar dan dunia.
Pemerintah Korea dengan jeli melihat peluang ini untuk dijadikan lahan pemasukan negara yang potensial. Sehingga tidak segan-segan segala kebutuhan dan faktor penunjang kemajuan Hallyu, didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Mulai dari teknologi, tempat pertunjukan, persiapan sumber daya manusia, hingga pembuatan undang-undang pelindung hak cipta karya seni. Termasuk rencana hari tua si artis pun sudah dipersiapkan.
Pemerintah Korea berprinsip bagaimana kesatuan sistem membuat tema karya seni seperti musik dan film, tidak hanya untuk dijual namun juga menjadi pencitraan Korea.
Hallyu kini menjadi penyumbang devisa ke-tujuh terbesar Korea, dan menyerap sekitar 11 juta tenaga kerja. Hallyu menjadikan kebudayaan menjadi komoditi ekonomi.
Melalui budaya pop, Korea secara perlahan mengenalkan unsur-unsur tradisional budaya mereka. Pemerintah Korea memperluas makna Hallyu. Selain seni, kini produk olah kosmetik dan makanan serta pariwisata, menjadi generasi baru diplomasi Hallyu Korea ke dunia.
Melihat peluang ini, Indonesia pun tidak mau ketinggalan. Pemerintah melalui Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, membuat kebijakan jangka panjang untuk meningkatkan industri hiburan.
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar