Senin, 27 Agustus 2012

Sejarah Bentuk Hati Sebagai Simbol Cinta

Dalam Bahasa Indonesia, lambang cinta itu sendiri dikatakan hati yang pada bahasa biologisnya merupakan liver, padahal kebanyakan orang menyebut lambang ini sebagai jantung. Beberapa filsuf mengatakan bahwa jantung merupakan pusat pemikiran dan emosi yang kadang menolak peran otak. Dan beberapa pengajaran menyebutkan bahwa dalam jantung inilah terdapat jiwa.


Namun beberapa orang menganggap bahwa sumber emosi adalah hati, maka biasanya dikatakan dalam kata-kata hati bukan jantung. Dalam budaya Eropa, simbol hati biasanya berwarna merah, warna ini melambangkan darah, dan beberapa negara mengartikan bahwa warna ini sebagai semangat, emosi, dan hasrat yang kuat.
Di sebagian masyarakat Jawa, simbol tersebut juga dikonotasikan sebagai gambar daun waru. Di era 1980-an, sempat beredar luas dan sangat populer gambar hati yang ditusuk panah, sebagai gambaran tentang cinta yang menusuk hati. Saat itu, surat-surat cinta hampir selalu membubuhkan simbol tersebut.

Lambang cinta ini punya sejarah yang terbilang cukup panjang. Dia tidak muncul di sekitar tahun 1980-an itu. Makna yang terkandung di dalamnya pun terus berkembang. Lambang ini sudah melintasi abad dan digunakan untuk mewakili berbagai perasaan. Hampir seluruh manusia di dunia sudah mengenal simbol ini, lengkap dengan maknanya.

Situs heartsmith.com mengungkapkan bahwa simbol tersebut punya makna bahwa banyak hal untuk banyak orang. Lambang cinta ini dikenal pada era Victoria yang berlangsung di Inggris pada tahun 1837 hingga 1901. Cuma, sampai sekarang memang tidak teridentifikasi orang yang menemukannya dan pertama kali menggunakan simbol tersebut.

Versi lain menyatakan bahwa simbol itu mulai digunakan oleh Gereja Katolik pada akhir abad ke-17. Klaim ini didasarkan pada pernyataan Saint Margaret Marie Alacoque bahwa dirinya melihat mahkota yang ujung-ujung runcingnya berhias gambar hati lambing cinta. Selain di mahkota, simbol hati ini juga dilihatnya di dekorasi-dekorasi jendela bangunan yang ada saat itu.

Selain di Eropa, kisah tentang simbol cinta ini juga berkembang dari Mesir. Cuma, di wilayah ini tidak tertulis tahun pasti soal digunakannya lambang tersebut. Situs heartsmith.com hanya menyebutkan bahwa di Mesir, lambang cinta itu digunakan untuk menjelaskan bahwa hati menjadi kekuatan penting dalam mitos kekuatan di wilayah tersebut.

Bukti sejarah penggunaan lambang cinta yang lebih otentik justru ditemukan di Afrika. Dari reruntuhan kota tua di wilayah utara Benua tersebut, ditemukan gambar hati yang terpahat di batu. Kota tua itu dulunya bernama Cyrene, yang merupakan salah satu pusat peradaban penting di abad ke-7 SM.

Kota ini terkenal dengan budidaya tanaman silphium, sejenis biji adas yang berguna sebagai obat herbal pencegah kehamilan. Biji silphium ini merupakan salah satu komoditas penting yang menghidupkan perekonomian kota tersebut. Dari perdagangan silphium ini, kota Cyrene menjadi kota terkaya di Afrika saat itu. Kota ini meredup setelah era Alexandria berjaya.

Saat silphium sangat populer di kota tersebut, masyarakat kemudian mengabadikannya sebagai simbol perasaaan hati yang menyenangkan. Mereka membuat koin bergambar hati yang tersusun dari biji-biji silphium. Koin batu itu sempat ditemukan di reruntuhan kota tersebut.

Versi lain sejarah menyebutkan bahwa bentuk asli simbol hati berasal dari daun Ivy yang digunakan sebagai dekorasi semata pada zaman oriental, seperti yang terlihat pada bejana atau lukisan keramik pada 3.000 SM. Digunakan oleh Yunani, kemudian Etruscans dan orang Roma, akhirnya memasuki kebudayaan Eropa.


Pada jambangan Yunani dapat berbentuk menyerupai sulur tumbuhan merambat, seringkali dihubungkan dengan Dewa Tumbuhan, Dionysus, yang melambangkan gairah dan sensualitas dari kehidupan manusia. Sehingga menimbulkan konotasi pada setiap tingkatan ketika hal itu timbul pada abad ke-4 Masehi sebagai sebuah tanda bagi rumah bordil di Ephesus.

Sisi mulia dari daun Ivy ini terlihat ketika digunakan sebagai hiasan batu nisan. Karena umur yang panjang dan kemampuan bertahan, tanaman Ivy ini dianggap cocok sebagai perlambangan cinta dan untuk mengenang yang telah pergi. Juga membantah dugaan bahwa daun Ivy yang tumbuh berdekatan dengan sesuatu ibarat terlihat saling menyayangi dan setia satu sama lain.

Oleh karena itu bentuk daun ini dapat ditemukan pada batu nisan Yunani dan Romawi, serta makam awal orang Kristiani di Katakomba sebagai sebuah simbol keabadian cinta.

Setelah melalui sebuah proses yang sangat panjang, warna daunnya yang hijau telah mengalami pergeseran arti menjadi seperti yang saat ini tampak pada gambar hati berwarna merah pada permainan kartu. Terinspirasi oleh lukisan antik, pelukis biara memberikan daun hijau itu sebuah warna baru yaitu merah. Pada lukisan-lukisan dari pasangan sebuah pohon kehidupan yang lengkap dengan daun berbentuk hati mulai terlihat dengan warna serupa dengan warna darah dan cinta, memberikannya sebuah arti konotasi yang lebih. Cara ini yang pada akhirnya membuat daun tersebut sebagai simbol hati.

Masih saja, hal yang paling menarik adalah, simbolisasi daun yang cantik ini sebagai simbol sebuah organ manusia itu sendiri, serta didukung oleh kurangnya pengetahuan tentang struktur tubuh.

Pada zaman dahulu ada yang disebut pelajaran pengobatan (sekitar tahun 850-1200 ), yang secara prinsip sepenuhnya dilakukan berdasarkan catatan tertulis dan di bawah larangan agama yang taat. Pada masa pemerintahan gereja, untuk bisa mengalami kebangkitan kembali, tubuh manusia harus tetap tidak tersentuh, sehingga tindakan otopsi dianggap hal tabu. Bahkan operasi, pada masa lampau sangat-sangat ditentang. Sehingga tidak ada orang yang benar-benar mengetahui seperti apa bentuk hati manusia sebenarnya dan di tengah celah informasi inilah simbol kecil ini muncul dan disambut baik yang akhirnya dipakai pada buku-buku anatomi menggantikan bentuk hati sebenarnya.

Membutuhkan dokter dan seniman lainnya beberapa abad kemudian untuk menjelaskan titik persoalan ini. Bahkan pada ilustrasi awal yang digambar oleh pelukis jenius zaman Renaissance, Leonardo da Vinci, Anda akan menemukan kombinasi antara gambar hati yang terdapat pada kartu permainan dan satu lagi dengan bentuk nyatanya. Kemudian setelahnya Leonardo berhasil menggambarkannya secara tepat.

Di sebuah lukisan dinding karya Giotto di Bondone, Cappella degli Scrovegni di Padua, ditemukan hal langka, sebuah kiasan tentang seorang dermawan yang memberikan hatinya ke surga, sambil memegang sebuah anatomi hati lengkap dengan pembuluh darah, dilukis antara tahun 1304-1306. Lukisan ini mungkin dibuat berkenaan dengan para ilmuwan yang pemikirannya maju yang pada saat itu telah mampu melakukan proses otopsi secara legal.

Pada lukisan-lukisan lainnya yang tak terhitung, para seniman memutuskan bahwa karena nilai pengakuannya yang tinggi dalam memainkan kartu hati, maka akan digunakan kebanyakan untuk subyek yang bersifat spiritual dan erotis.

Simbol hati dipromosikan secara luas oleh pemujaan Sacred Heart sejak abad pertengahan dan walaupun tidak seutuhnya namun dijadikan sebagai standar permainan kartu meja yang banyak digunakan setelah zaman Renaissance. Lucunya, tampak seperti tidak pernah ada argumentasi mengenai hak paten (ide yang bertentangan bahwa hal ini pernah dibicarakan). Mungkin karena desainnya yang dinilai bagus membuat simbol hati ini menjadi favorit banyak orang, yang berasal dari budaya Eropa menyebar ke seluruh penjuru dunia.


Saat ini, simbol cinta berupa gambar hati ini sudah menjelma dalam berbagai bentuk. Ada yang menjadikan simbol ini sebagai bentuk bantal, boneka, bejana, dan sebagainya. Beberapa orang juga mencoba untuk menggambarkan hati dengan sistem matematis (x2+y2-1)3-x2y3=0, hingga muncul fungsi kurva yang dapat menggambarkan simbol ini. Meski telah melintas abad, makna dasar dari simbol ini tetap berubah, yakni sebagai ungkapan cinta.



Sumber 1
Sumber 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Topi dan Kaos Custom

Entri Populer