Selasa, 24 April 2012

Sejarah Kota Surakarta (Solo)

Asal-Usul Kota Solo

Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 membelah kerajaan mataram menjadi dua, Yogyakarta dan Surakarta. Dengan demikian terpecah pula kekuasaaan politik dan pusat kebudayaan Jawa menjadi dua. Persaingan dendam kultural di antara dua belahan kerajaan itu masih tetap membekas sampai kurun waktu yang lama. Hal ini sudah tercatat dalam sejarah, historia vitae magistra, sejarah adalah sumber ilmu pengetahuan, demikianlah slogan Bapak Sejarawan Dunia Herodatus 484 SM.



Ketika nama Surakarta dideklarasikan oleh Pakoe Buwono II, terdapat beberapa prasasti yang hingga saat ini masih ada, setidaknya ada tiga tonggak sejarah pendeklarasian nama Sala menjadi Surakarta. Namun selama ini masyarakat luas lebih mengenal sebutan Solo daripada nama resminya Kotamadya Surakarta, kota terbesar nomor dua di Jawa Tengah setelah Semarang, ini berkembang dari nama Sala yaitu sebuah desa yang dahulu penuh rawa.

Desa Sala sendiri dan sekitarnya mulai ramai dan berubah menjadi sebuah kota sejak 20 Februari 1745 (17 suro 1745, yaitu sejak berpindahnya pusat pemerintahan mataram dari Keraton Kartasura ke Sala yang lantas dikenal dengan nama Keraton Surakarta Hadiningrat. Daerah yang digunakan sebagai tempat pusat pemerintahan yang baru ini disebut Sala, lantaran di desa ini waktu itu pernah hidup seorang tokoh masyarakat yang bijaksana bernama Kyai Sala. Selain itu desa ini juga berawa-rawa dan penuh pohon sala yaitu pohon tom atau nila, namun ada juga yang menyebut pohon sala sejenis pohon pinus.


Kendati berangkat dari nama Dala yang dilafalkan dengan legena seperti mengucapkan Ponorogo atau Sitobondo, tetapi pada kenyataannya sampai sekarang masyarakat pada umumnya menyebut dengan Solo dilafalkan dengan taling tarung seperti mengucapkan Tokyo atau Jago. Bukan hanya masyarakat luar kota namun warga dalam Kota Surakarta sendiri menyebut Solo bahkan nama-nama yang menggambarkan identitas di daerah ini juga sangat mendukungnya. Taruhlah seperti Timlo Solo, Umuk Solo, Lontong Solo, Wong Solo atau Bengawan Solo.


Menurut para pini sepuh sebutan Sala menjadi Solo katanya akibat kesalahan orang-orang Eropa dalam menyebut nama kota ini karena memang lidah mereka tidak seluwes lidah orang Indonesia. Bahkan orang Belanda lebih parah lagi, mengucapkan Sala menjadi Sooloo.


Bukan hanya orang asing saja tetapi sampai sekarang masyarakat Indonesia pada umumnya salah kaprah menyebut Solo untuk Surakarta. Padahal usaha untuk lebih memasyarakatkan nama resminya yaitu Surakarta telah dilakukan dengan berbagai upaya, antara lain dalam peta bumi dan paket pariwisata tertulis dengan nama Surakarta. Tetapi rupanya kota Solo lebih mudah dilafalkan orang daripada nama resminya sendiri. Penggunaan nama Solo dalam pandangan marketing memang terdengar lebih akrab, lebih menjual, lebih mudah diingat dalam pengucapannya.


Sejarah Pemerintahan

Tanggal 16 Juni merupakan hari jadi Pemerintahan Kota Surakarta. Secara de facto tanggal 16 Juni 1946 terbentuk Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, sekaligus menghapus kekuasaan Kerajaan Kasunanan dan Mangkunegaran.

Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16 /SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan faktor-faktor histories sebelumya, tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta.

Perkembangan Pemerintah Surakarta:
  1. Periode Pemerintah Daerah Surakarta 16 Juni 1946 sampai berlakunya undang-undang Nomor 16 Tahun 1947
  2. Periode Pemerintah Harminte Surakarta. Berlakunya undang-undang Nomor 16 Tahun 1947 sampai berlakunya undang-undang Nomor 22 Tahun 1948
  3. Periode Pemerintah Daerah Surakarta. Berlakunya undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 sampai berlakunya undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
  4. Periode Pemerintah Daerah Kotapraja Surakarta. Berlakunya undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 sampai berlakunya undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
  5. Periode Pemerintah Kotamadya Surakarta. Berlakunya undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sampai dengan berlakunya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
  6. Periode Pemerintah Kota Surakarta. Berlakunya undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, UU Nomor 32 Tahun 2004, sampai sekarang.
Walikota Kepala Daerah yang pernah menjabat di Surakarta:
  1. SINDOEREDJO (19 Mei 1946 s/d 15 Juli 1946)
  2. Mr. ISKAQ TJOKROHADISOERJO (15 Juli 1946 s/d 14 November 1946)
  3. SJAMSOERIDJAL (14 November 1946 s/d 13 Januari 1949)
  4. SOEDJATMO SOEMOWERDOJO (24 Januari 1949 s/d 1 Mei 1950)
  5. SOEHARJO SOERJO PRANOTO (Juni 1949 s/d 1 Mei 1950)
  6. K. Ng. SOEBEKTI POESPONOTO (1 Mei 1950 s/d 1 Agustus 1951)
  7. MUHAMMAD SALEH WERDISASTRO (1 Agustus 1951 s/d 1 Oktober 1955 dan s/d 17 Pebruari 1958)
  8. OETOMO RAMELAN (17 Pebruari 1958 s/d 23 Oktober 1965)
  9. TH. J. SOEMANTHA (23 Oktober 1965 s/d 11 Januari 1968)
  10. R.KOESNANDAR (1968 s/d 1975)
  11. SOEMARI WONGSOPAWIRO (1975 s/d 1980)
  12. SOEKATMO PRAWIROHADISEBROTO, SH (1980 s/d 1985)
  13. H.R. HARTOMO ( 1985 s/d 1995)
  14. IMAM SOETOPO (1995 s/d 2000)
  15. SLAMET SURYANTO (2000 s/d 2005)
  16. Ir. H. JOKO WIDODO (2005 s/d 2012)

Sumber 1
Sumber 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Topi dan Kaos Custom

Entri Populer