Teh amat akrab dengan manusia Indonesia. Mayoritas masyarakat Indonesia setidaknya meminum satu cangkir teh setiap hari.
Meski demikian, tak banyak yang tahu bahwa ampas teh yang biasa dibuang sebenarnya punya manfaat bagi lingkungan. Ampas teh mengandung senyawa flavonoid yang terbukti mampu menurunkan kadar besi yang mencemari air.
Reza Radiyatul Jannah, Mayliga Nor Permana, dan Erwin Nur Cahyanto, mahasiswa dari Universitas Diponegoro, Semarang memanfaatkan sifat tes tersebut, mengolahnya menjadi produk absorben (penyerap).
Ketiganya terinspirasi dari pemanfaatan ketapang sebagai absorben. Mereka menyadari bahwa ternyata ampas teh lebih potensial. Terlebih, banyak ampas teh dari perusahaan teh di Semarang yang tak dimanfaatkan.
Reza mengatakan bahwa untuk mengolah teh menjadi absorben, prosesnya dikatakan sederhana.
"Kami mengambil ampas teh dari salah satu perusahaan teh, lalu kami uji skala laboratoriumnya. Setelah ampas teh dicuci untuk menghilangkan warnanya, ampas teh tinggal dikeringkan dan dihaluskan," jelas Reza.
Absorben berbahan teh yang telah dibuat kemudian diuji. Reza dan rekannya membuat dua macam absorben, yang terbuat dari ampas teh murni dan yang ditambah senyawa asam, basa dam etanol.
Hasil pengujian yang dilakukan mengungkap bahwa ampas teh murni ternyata lebih efektif dalam menyerap kandungan besi dalam limbah.
Kini, Reza dan timnya menamakan produk absorben berbahan teh mereka dengan nama "Teasorbent". Produk tersebut akan segera dipatenkan.
Kandungan besi dalam air yang tinggi akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Jika berlebihan, besi dapat menyebabkan hemokromatosis yang dapat berakibat pada kanker hati, diabetes, dan gagal jantung.
Kandungan Fe yang ada dalam air biasanya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, namun dapat dikenali dengan adanya bau karat dan efek kekuningan pada baju yang dicuci menggunakan air tersebut.
Teabsorbent dapat menurunkan kadar besi hingga 98,2 persen. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Men.Kes/Per/IX/1990 menyatakan, batas maksimum kandungan besi yang diizinkan untuk air minum adalah 0,3 ppm dan 1 ppm untuk air bersih.
Ketiga mahasiswa yang berhasil memanfaatkan ampas teh sebagai adsorben ini adalah salah satu peserta Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang biasanya dilaksanakan setiap tahun oleh DIKTI dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ketiganya lolos dalam PKM kategori penelitian dan rencananya akan segera mengikuti langkah selanjutnya dari program ini, yakni Monitoring dan Evaluasi (MONEV) serta Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIMNAS).
"Kami mengambil ampas teh dari salah satu perusahaan teh, lalu kami uji skala laboratoriumnya. Setelah ampas teh dicuci untuk menghilangkan warnanya, ampas teh tinggal dikeringkan dan dihaluskan," jelas Reza.
Absorben berbahan teh yang telah dibuat kemudian diuji. Reza dan rekannya membuat dua macam absorben, yang terbuat dari ampas teh murni dan yang ditambah senyawa asam, basa dam etanol.
Hasil pengujian yang dilakukan mengungkap bahwa ampas teh murni ternyata lebih efektif dalam menyerap kandungan besi dalam limbah.
Kini, Reza dan timnya menamakan produk absorben berbahan teh mereka dengan nama "Teasorbent". Produk tersebut akan segera dipatenkan.
Kandungan besi dalam air yang tinggi akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Jika berlebihan, besi dapat menyebabkan hemokromatosis yang dapat berakibat pada kanker hati, diabetes, dan gagal jantung.
Kandungan Fe yang ada dalam air biasanya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, namun dapat dikenali dengan adanya bau karat dan efek kekuningan pada baju yang dicuci menggunakan air tersebut.
Teabsorbent dapat menurunkan kadar besi hingga 98,2 persen. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/Men.Kes/Per/IX/1990 menyatakan, batas maksimum kandungan besi yang diizinkan untuk air minum adalah 0,3 ppm dan 1 ppm untuk air bersih.
Ketiga mahasiswa yang berhasil memanfaatkan ampas teh sebagai adsorben ini adalah salah satu peserta Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang biasanya dilaksanakan setiap tahun oleh DIKTI dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ketiganya lolos dalam PKM kategori penelitian dan rencananya akan segera mengikuti langkah selanjutnya dari program ini, yakni Monitoring dan Evaluasi (MONEV) serta Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIMNAS).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar