Siapakah yang tidak kenal dengan Honda? Ya, Honda Motor Company, Ltd. yang didirikan oleh Soichiro Honda pada 24 September 1948 adalah produsen mobil, sepeda motor, truk dan skuter asal Jepang.
Amatilah kendaraan yang melintasi jalan raya! Bisa dipastikan kita bisa menemui kendaraan yang bermerek Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merek kendaran ini memang selalu menyesaki padatnya lalu lintas. Karena itu barangkali memang layak disebut sebagai raja jalanan.
Tapi, tahukah Anda bahwa Soichiro Honda adalah sosok yang belajar dari kegagalan dan terus berjuang keras untuk meraih mimpinya. Dia selalu diliputi kegagalan saat menjalani kehidupannya sejak kecil hingga berbuah lahirnya imperium bisnis mendunia itu. Dia bahkan tidak pernah bisa menyandang gelar insinyur. Ia bukan siswa yang memiliki prestasi akademis. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. “Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda”, tutur pria yang telah meninggal dunia di usia 84 tahun karena penyakit liver ini.
Kecintaannya kepada mesin, jelas diwarisi dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah. Di kawasan inilah dia lahir. Dia sering bermain di bengkel, dan ayahnya pun seringkali memberi catut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya. Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906 ini dapat berdiam diri berjam-jam. Tak seperti kawan sebayanya kala itu yang lebih banyak menghabiskan waktu bermain penuh suka cita.
Dia memang menunjukan keunikan sejak awal. Seperti misalnya kegiatan nekad yang dipilihnya pada usia 8 tahun, dengan bersepeda sejauh 10 mil. Itu dilakukan hanya karena ingin menyaksikan pesawat terbang. Bersepeda memang menjadi salah satu hobinya kala kanak-kanak. Dan buahnya, ketika 12 tahun, Soichiro Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Sampai saat itu, di benaknya belum muncul impian menjadi usahawan otomotif. Karena dia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya kurang percaya diri.
Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke kota, untuk bekerja di Hart Shokai Company. Bossnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja di situ, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, Saka Kibara mengusulkan membuka suatu kantor cabang di tempat di mana dia dilahirkan, Hamamatsu, Shizuoka. Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya kian membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya tak jarang hingga larut malam, dan terkadang sampai subuh. Yang menarik, walau terus kerja lembur otak jeniusnya tetap kreatif.
Kejeniusannya membuahkan fenomena. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik untuk kepentingan meredam goncangan. Menyadari ini, Soichiro punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Honda pun sebenarnya juga menyukai balap motor dan bahkan pada tahun 1936 dia menciptakan rekor kecepatan. Akan tetapi pada akhirnya dia berhenti membalap karena mengalami cidera parah, tulang dan pergelangan tangannnya patah dalam sebuah kecelakaan. Walaupun begitu, dia tidak patah arang.
Setelah menciptakan ruji, lalu Honda pun ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Mulai saat itu dia berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan ring piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada 1938. Lalu, ditawarkannya karya itu ke sejumlah pabrikan otomotif. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring piston buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu dan menyesalkan dirinya keluar dari bengkel milik Saka Kibara.
Honda pun jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah, dia langsung ke bengkel mempraktekkan pengetahuan yang baru diperoleh. Tetapi, setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. ”Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya,” ujar Honda. Kepada rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari ijazah, melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan dan dia pun dikeluarkan. Tapi dikeluarkan dari perguruan tinggi bukan akhir segalanya. Berkat kerja kerasnya, desain ring pinstonnya diterima pihak Toyota yang langsung memberikan kontrak. Ini membawa Honda berniat untuk mendirikan pabrik. Impiannya untuk mendirikan pabrik mesinpun serasa kian dekat di pelupuk mata
Tetapi malangnya, niatan itu kandas. Karena siap perang, Jepang pun tidak memberikan dana kepada masyarakat. Bukan Honda kalau menghadapi kegagalan lalu menyerah pasrah. Dia lalu nekad mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Namun lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar, bahkan hingga dua kali kejadian itu menimpanya.
Honda tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Penderitaan sepertinya belum akan selesai. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik ring pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin menjual mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda pancalnya. Karena memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia pun memasang motor kecil pada sepeda tersebut. Siapa sangka, sepeda bermotor itu diminati oleh para tetangga. Jadilah dia memproduksi sepeda bermotor itu. Para tetangga dan kerabatnya berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok.
Tepat pada tanggal 24 September 1948, akhirnya Honda mendirikan Honda Corporation dan mulai memproduksi sepeda motor. Respon masyarakat pun luar biasa dan penjualan sepeda motornya sukses. Walau Dalam perjalanannya, Honda terbentur berbagai masalah, tapi dia tetap berusaha dan semangat. Sejak 1959 Honda menjadi produsen sepeda motor yang terlaris di dunia.
Dia tetap menjabat sebagai Presiden Honda Corporation hingga dia pensiun pada 1973. Kemudian diangkat sebagai “Penasehat Tinggi” pada 1983. Setelah pensiun hingga meninggal, dia dedikasikan hidupnya pada pekerjaan yang berhubungan dengan yayasan Honda. Dan pastinya dengan semangat hidupnya yang tinggi dan pantang menyerah.
Semasa hidup Honda selalu menyatakan, jangan terlebih dahulu untuk melihat keberhasilannya dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. ”Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99 persen kegagalan saya,” tuturnya. Ia memberikan petuah, ”Ketika Anda mengalami kegagalan, maka segeralah mulai kembali bermimpi. Dan mimpikanlah mimpi baru.”. Jelas kisah Honda ini merupakan contoh, bahwa sukses itu bisa diraih seseorang walaupun dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, dan hanya berasal dari keluarga miskin.
Sumber 1
Sumber 2
Amatilah kendaraan yang melintasi jalan raya! Bisa dipastikan kita bisa menemui kendaraan yang bermerek Honda, baik berupa mobil maupun motor. Merek kendaran ini memang selalu menyesaki padatnya lalu lintas. Karena itu barangkali memang layak disebut sebagai raja jalanan.
Tapi, tahukah Anda bahwa Soichiro Honda adalah sosok yang belajar dari kegagalan dan terus berjuang keras untuk meraih mimpinya. Dia selalu diliputi kegagalan saat menjalani kehidupannya sejak kecil hingga berbuah lahirnya imperium bisnis mendunia itu. Dia bahkan tidak pernah bisa menyandang gelar insinyur. Ia bukan siswa yang memiliki prestasi akademis. Di kelas, duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru. “Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih karena dunia saya di sekitar mesin, motor dan sepeda”, tutur pria yang telah meninggal dunia di usia 84 tahun karena penyakit liver ini.
Kecintaannya kepada mesin, jelas diwarisi dari ayahnya yang membuka bengkel reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah. Di kawasan inilah dia lahir. Dia sering bermain di bengkel, dan ayahnya pun seringkali memberi catut (kakak tua) untuk mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin diesel yang menjadi motor penggeraknya. Di situ, lelaki kelahiran 17 November 1906 ini dapat berdiam diri berjam-jam. Tak seperti kawan sebayanya kala itu yang lebih banyak menghabiskan waktu bermain penuh suka cita.
Dia memang menunjukan keunikan sejak awal. Seperti misalnya kegiatan nekad yang dipilihnya pada usia 8 tahun, dengan bersepeda sejauh 10 mil. Itu dilakukan hanya karena ingin menyaksikan pesawat terbang. Bersepeda memang menjadi salah satu hobinya kala kanak-kanak. Dan buahnya, ketika 12 tahun, Soichiro Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem kaki. Sampai saat itu, di benaknya belum muncul impian menjadi usahawan otomotif. Karena dia sadar berasal dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya kurang percaya diri.
Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke kota, untuk bekerja di Hart Shokai Company. Bossnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja di situ, menambah wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, Saka Kibara mengusulkan membuka suatu kantor cabang di tempat di mana dia dilahirkan, Hamamatsu, Shizuoka. Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya kian membaik. Ia selalu menerima reparasi yang ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya tak jarang hingga larut malam, dan terkadang sampai subuh. Yang menarik, walau terus kerja lembur otak jeniusnya tetap kreatif.
Kejeniusannya membuahkan fenomena. Pada zaman itu, jari-jari mobil terbuat dari kayu, hingga tidak baik untuk kepentingan meredam goncangan. Menyadari ini, Soichiro punya gagasan untuk menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luar biasa. Ruji-ruji logamnya laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Pada usia 30 tahun, Honda menandatangani patennya yang pertama.
Honda pun sebenarnya juga menyukai balap motor dan bahkan pada tahun 1936 dia menciptakan rekor kecepatan. Akan tetapi pada akhirnya dia berhenti membalap karena mengalami cidera parah, tulang dan pergelangan tangannnya patah dalam sebuah kecelakaan. Walaupun begitu, dia tidak patah arang.
Setelah menciptakan ruji, lalu Honda pun ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat usaha bengkel sendiri. Mulai saat itu dia berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya tertuju kepada pembuatan ring piston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri pada 1938. Lalu, ditawarkannya karya itu ke sejumlah pabrikan otomotif. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap tidak memenuhi standar. Ring piston buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu dan menyesalkan dirinya keluar dari bengkel milik Saka Kibara.
Honda pun jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian, kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal ring pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah, dia langsung ke bengkel mempraktekkan pengetahuan yang baru diperoleh. Tetapi, setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. ”Saya merasa sekarat, karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya,” ujar Honda. Kepada rektornya, ia jelaskan kuliahnya bukan mencari ijazah, melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan dan dia pun dikeluarkan. Tapi dikeluarkan dari perguruan tinggi bukan akhir segalanya. Berkat kerja kerasnya, desain ring pinstonnya diterima pihak Toyota yang langsung memberikan kontrak. Ini membawa Honda berniat untuk mendirikan pabrik. Impiannya untuk mendirikan pabrik mesinpun serasa kian dekat di pelupuk mata
Tetapi malangnya, niatan itu kandas. Karena siap perang, Jepang pun tidak memberikan dana kepada masyarakat. Bukan Honda kalau menghadapi kegagalan lalu menyerah pasrah. Dia lalu nekad mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan pabrik. Namun lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar, bahkan hingga dua kali kejadian itu menimpanya.
Honda tidak pernah patah semangat. Dia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, untuk digunakan sebagai bahan mendirikan pabrik. Penderitaan sepertinya belum akan selesai. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabriknya, sehingga diputuskan menjual pabrik ring pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain. Sayang semuanya gagal.
Akhirnya, tahun 1947, setelah perang, Jepang kekurangan bensin. Di sini kondisi ekonomi Jepang porak poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat menjual mobilnya akibat krisis moneter itu. Padahal dia ingin menjual mobil itu untuk membeli makanan bagi keluarganya.
Dalam keadaan terdesak, ia lalu kembali bermain-main dengan sepeda pancalnya. Karena memang nafasnya selalu berbau rekayasa mesin, dia pun memasang motor kecil pada sepeda tersebut. Siapa sangka, sepeda bermotor itu diminati oleh para tetangga. Jadilah dia memproduksi sepeda bermotor itu. Para tetangga dan kerabatnya berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok.
Tepat pada tanggal 24 September 1948, akhirnya Honda mendirikan Honda Corporation dan mulai memproduksi sepeda motor. Respon masyarakat pun luar biasa dan penjualan sepeda motornya sukses. Walau Dalam perjalanannya, Honda terbentur berbagai masalah, tapi dia tetap berusaha dan semangat. Sejak 1959 Honda menjadi produsen sepeda motor yang terlaris di dunia.
Dia tetap menjabat sebagai Presiden Honda Corporation hingga dia pensiun pada 1973. Kemudian diangkat sebagai “Penasehat Tinggi” pada 1983. Setelah pensiun hingga meninggal, dia dedikasikan hidupnya pada pekerjaan yang berhubungan dengan yayasan Honda. Dan pastinya dengan semangat hidupnya yang tinggi dan pantang menyerah.
Semasa hidup Honda selalu menyatakan, jangan terlebih dahulu untuk melihat keberhasilannya dalam menggeluti industri otomotif. Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. ”Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99 persen kegagalan saya,” tuturnya. Ia memberikan petuah, ”Ketika Anda mengalami kegagalan, maka segeralah mulai kembali bermimpi. Dan mimpikanlah mimpi baru.”. Jelas kisah Honda ini merupakan contoh, bahwa sukses itu bisa diraih seseorang walaupun dengan modal seadanya, tidak pintar di sekolah, dan hanya berasal dari keluarga miskin.
Sumber 1
Sumber 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar